Setelah diangkat menjadi khalifah, Umar bin Khattab
langsung tancap gas untuk menjalankan amanah. Beberapa terobosan
penting beliau lakukan, misalnya meletakkan dasar-dasar negara yang demokratis yakni
majelis
permusyawaratan rakyat. Wadah ini dibentuk sebagai tempat konsultasi
dan memecahkan berbagai persoalan umat dan bangsa saat itu.
Disamping itu, khalifah kedua ini membentuk berbagai lembaga kenegaraan lainnya.
Antara lain perbendaharaan negara, pengadilan dan pengangkatan hakim,
jawatan perang, jawatan kepolisian, bea cukai, sensus, pajak, mendirikan
sekolah-sekolah, memberi gaji guru-guru umum termasuk guru ngaji, imam
salat, dan muazin. (Baca Ridwan:2007)
Selama menjabat khalifah (10
tahun enam bulan), Umar bin Khattab banyak melakukan ijtihad atau
terobosan serta langkah konkret tidak lain adalah untuk dan demi
memajukan, menyejahterakan rakyatnya, menegakkan keadilan, penegakan
hukum, pendidikan, ekonomi, politik, serta peningkatan kualitas keimanan
dan ketakwaan rakyatnya. Intinya, kebahagiaan dunia jangan melupakan
kebahagiaan akhirat atau sebaliknya.
Peduli Rakyat
Kepedulian
terhadap rakyat tidak dapat diragukan lagi. Bahkan terhadap rakyat yang
beragama Kristen maupun Yahudi sekalipun. Bagi orang miskin yang
beragama Kristen dan Yahudi, Umar bin Khattab memberikan gaji terhadap
mereka. Tidak jarang Umar bin Khattab terjun langsung ke lapangan
(sidak) mendekati sekaligus memberikan solusi terhadap rakyat yang
sedang kelaparan.
Dalam sidaknya, Umar bin Khattab tidak memakai
baju kebesaran sebagai orang nomor satu (kepala negara). Oleh karena
itu, setiap kali sidak, tidak pernah diketahui rakyatnya. Sidak
terkadang dilakukan malam hari.
Betapa terenyahnya Umar bin
Khattab mendapati rakyat yang tidak bisa makan, karena tidak ada yang
dimasak. Melihat yang demikian, Umar langsung mengambil sendiri bahan
makanan di gudang (semacam Bulog) dan diserahkan kepada seorang ibu yang
sedang menanak batu, sementara anak-anaknya bertangisan menahan lapar.
Kepedulian
dan kedekatannya terhadap rakyat merupakan komitmen awal sejak beliau
dilantik sebagai khalifah. Saat itu, Umar bin Khattab berpidato dan
berjanji bahwa terhadap semua masalah yang menyangkut kaum muslimin
akan ditanganinya, tidak diserahkan kepada yang lain selama dapat
menyelesaikan sendiri (bila tidak ada halangan). Pada masa
pemerintahannya pula ditetapkan kalender hijriah yang berlaku hingga
kini.
Sebelum wafat, Umar bin Khattab membentuk dewan formatur
sebagai fondasi (acuan) pemilihan kepala negara (khalifah). Dalam
pembentukan dewan formatur, Umar bin Khattab tidak memasukkan anaknya.
Yaitu Abdullah sebagai anggota dewan formatur. Dewan formatur (yang
berhak dicalonkan sebagai khalifah) terdiri atas enam orang: Ali bin Abi
Thalib, Ustman bin Affan, Thallah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam,
Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin abi Waqaf.
Pembentukan dewan
formatur untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk dalam pemilihan
kepala negara sepeninggalan khalifah Umar. Umar bin Khattab tidak
menghendaki peristiwa Saqifah terjadi lagi di kalangan umat Islam. Umar
bin Khattab juga tidak menginginkan timbulnya instabilitas politik yang
dapat mengganggu ukhuwah islamiyah dan dakwah Islam yang mulai
berkembang pesat ke luar jazirah Arab.
Pemerintahan Berwibawa
Umar
bin Khattab paham, untuk menyejahterakan rakyatnya tidak bisa
mengandalkan kepemimpinan tunggal, namun harus dilakukan secara
kolektif. Apalah artinya kepala negara yang ’’hebat’’ kalau pejabat
lainnya tidak memiliki semangat yang sama untuk berjihad menyelamatkan
manusia dari kemusyrikan, mengentaskan kemiskinan, serta problem
kehidupan rakyat pada umumnya.
Khalifah ke dua ini sangat selektif
dalam memilah pejabatnya. Pejabat yang diangkat harus memiliki
integritas, kemampuan, dan keahlian di bidangnya. Yang tidak kalah
penting adalah memiliki semangat, keberanian moral, serta komitmen
tinggi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang dilakukan secara
profesional juga ikhlas semata-mata mencari rida Allah SWT.
Ketika
mengangkat Abu Musa sebagai gubernur di suatu daerah, Umar bin Khattab
berpesan kepada sang gubernur. Pesan (perintah) tertulis tersebut
berbunyi: Orang yang terbaik dalam kewibawaan ialah orang yang di bawah
kepemerintahannya terdapat banyak pengikut yang menikmati kesejahteraan,
dan sebaliknya pemerintahan yang paling buruk pula ialah seorang yang
di bawah pemerintahannya terdapat banyak pengikut tetapi banyak yang
menderita kesusahan.
Pesan tertulis tersebut sejalan dengan sabda
Rasulullah SAW yang disampaikan kepada penguasa tentang peran
strategis negara dalam menyejahterakan rakyatnya: ’’Tidak seorang pun
penguasa yang menguasai (memimpin) kaum muslimin tetapi tidak bersedia
dengan jujur untuk menjaga kesejahteraan mereka, niscaya Allah tidak
memasukkan surga bersama-sama dengan mereka’’. (HR Muslim)
Kesederhanaan
dalam berbagai hal, tidak mengurangi kewibawaan dan komitmennya untuk
membawa rakyatnya, baik dari kalangan umat Islam maupun nonmuslim, dalam
menyejahterakan, memakmurkan, dan mendapatkan keadilan yang
seadil-adilnya. Sikap adil yang menjadi ciri khas dan karakternya, tidak
sedikit orang masuk Islam.
Minggu, 16 Desember 2012
Wibawa Pemerintahan Khalifah Umar
Like Ya sahabat... Jangan Lupa juga Isi Buku Tamunya, Biar aku Bisa Berkunjung Balik :)
×
0 komentar:
Posting Komentar