Minggu, 16 Desember 2012

Wibawa Pemerintahan Khalifah Umar

Setelah diangkat menjadi khalifah, Umar bin Khattab langsung tancap gas untuk menjalankan amanah. Beberapa terobosan penting beliau lakukan, misalnya meletakkan dasar-dasar negara yang demokratis yakni majelis permusyawaratan rakyat. Wadah ini dibentuk sebagai tempat konsultasi dan memecahkan berbagai persoalan umat dan bangsa saat itu.
Disamping itu, khalifah kedua ini membentuk berbagai lembaga kenegaraan lainnya. Antara lain perbendaharaan negara, pengadilan dan pengangkatan hakim, jawatan perang, jawatan kepolisian, bea cukai, sensus, pajak, mendirikan sekolah-sekolah, memberi gaji guru-guru umum termasuk guru ngaji, imam salat, dan muazin. (Baca Ridwan:2007)
Selama menjabat khalifah (10 tahun enam bulan), Umar bin Khattab banyak melakukan ijtihad atau terobosan serta langkah konkret tidak lain adalah untuk dan demi memajukan, menyejahterakan rakyatnya, menegakkan keadilan, penegakan hukum, pendidikan, ekonomi, politik, serta peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan rakyatnya. Intinya, kebahagiaan dunia jangan melupakan kebahagiaan akhirat atau sebaliknya.
Peduli Rakyat
Kepedulian terhadap rakyat tidak dapat diragukan lagi. Bahkan terhadap rakyat yang beragama Kristen maupun Yahudi sekalipun. Bagi orang miskin yang beragama Kristen dan Yahudi, Umar bin Khattab memberikan gaji terhadap mereka. Tidak jarang Umar bin Khattab terjun langsung ke lapangan (sidak) mendekati sekaligus memberikan solusi terhadap rakyat yang sedang kelaparan.
Dalam sidaknya, Umar bin Khattab tidak memakai baju kebesaran sebagai orang nomor satu (kepala negara). Oleh karena itu, setiap kali sidak, tidak pernah diketahui rakyatnya. Sidak terkadang dilakukan malam hari.
Betapa terenyahnya Umar bin Khattab mendapati rakyat yang tidak bisa makan, karena tidak ada yang dimasak. Melihat yang demikian, Umar langsung mengambil sendiri bahan makanan di gudang (semacam Bulog) dan diserahkan kepada seorang ibu yang sedang menanak batu, sementara anak-anaknya bertangisan menahan lapar.
Kepedulian dan kedekatannya terhadap rakyat merupakan komitmen awal sejak beliau dilantik sebagai khalifah. Saat itu, Umar bin Khattab berpidato dan berjanji bahwa terhadap  semua masalah yang menyangkut kaum muslimin akan ditanganinya, tidak diserahkan kepada yang lain selama dapat menyelesaikan sendiri (bila tidak ada halangan). Pada masa pemerintahannya pula ditetapkan kalender hijriah yang berlaku hingga kini.
Sebelum wafat, Umar bin Khattab membentuk dewan formatur sebagai fondasi (acuan) pemilihan kepala negara (khalifah). Dalam pembentukan dewan formatur, Umar bin Khattab tidak memasukkan anaknya. Yaitu Abdullah sebagai anggota dewan formatur. Dewan formatur (yang berhak dicalonkan sebagai khalifah) terdiri atas enam orang: Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, Thallah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin abi Waqaf.
Pembentukan dewan formatur untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk dalam pemilihan kepala negara sepeninggalan khalifah Umar. Umar bin Khattab tidak menghendaki peristiwa Saqifah terjadi lagi di kalangan umat Islam. Umar bin Khattab juga tidak menginginkan timbulnya instabilitas politik yang dapat mengganggu ukhuwah islamiyah dan dakwah Islam yang mulai berkembang pesat ke luar jazirah Arab.
Pemerintahan Berwibawa
Umar bin Khattab paham, untuk menyejahterakan rakyatnya tidak bisa mengandalkan kepemimpinan tunggal, namun harus dilakukan secara kolektif. Apalah artinya kepala negara yang ’’hebat’’ kalau pejabat lainnya tidak memiliki semangat yang sama untuk berjihad menyelamatkan manusia dari kemusyrikan, mengentaskan kemiskinan, serta problem kehidupan rakyat pada umumnya.
Khalifah ke dua ini sangat selektif dalam memilah pejabatnya. Pejabat yang diangkat harus memiliki integritas, kemampuan, dan keahlian di bidangnya. Yang tidak kalah penting adalah memiliki semangat, keberanian moral, serta komitmen tinggi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang dilakukan secara profesional juga ikhlas semata-mata mencari rida Allah SWT.
Ketika mengangkat Abu Musa sebagai gubernur di suatu daerah, Umar bin Khattab berpesan  kepada sang gubernur. Pesan (perintah) tertulis tersebut berbunyi: Orang yang terbaik dalam kewibawaan ialah orang yang di bawah kepemerintahannya terdapat banyak pengikut yang menikmati kesejahteraan, dan sebaliknya pemerintahan yang paling buruk pula ialah seorang yang di bawah pemerintahannya terdapat banyak pengikut tetapi banyak yang menderita kesusahan.
Pesan tertulis tersebut sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang disampaikan kepada  penguasa tentang peran strategis negara dalam menyejahterakan rakyatnya: ’’Tidak seorang pun penguasa yang menguasai (memimpin) kaum muslimin tetapi tidak bersedia  dengan jujur untuk menjaga kesejahteraan mereka, niscaya Allah tidak memasukkan surga bersama-sama dengan mereka’’. (HR Muslim)
Kesederhanaan dalam berbagai hal, tidak mengurangi kewibawaan dan komitmennya untuk membawa rakyatnya, baik dari kalangan umat Islam maupun nonmuslim, dalam menyejahterakan, memakmurkan, dan mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Sikap adil yang menjadi ciri khas dan karakternya, tidak sedikit orang masuk Islam.

0 komentar:

Posting Komentar

Like Ya sahabat... Jangan Lupa juga Isi Buku Tamunya, Biar aku Bisa Berkunjung Balik :) makasih......

×