Kamis, 20 September 2012

Pengertian Khulafaurrasyidin


Khulafaurrasyidiin adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menyebutkan empat orang pimpinan tertinggi umat Islam yang berturut-turut mengganti dan melanjutkan tugas nabi Muhammad SAW dalam memberikan petunjuk dan pencerahan dalam melaksanakan hukum-hukum syariat dan aqidah Islam, selain itu mereka juga menjabat sebagai kepala negara.

Menurut bahasa, kata Khulafaurrasyidiin terdiri dari dua kata, yaitu: kata khulafa adalah jama’ dari kata khalifah yang berarti pengganti. Jadi kata khulafa berarti para pengganti. Dengan kata lain khulafa adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti atau pemimpin umat Islam. Sedangkan kata Ar Rasyidiin sendiri mempunyai arti orang-orang yang arif dan bijaksana. Dengan demikian Khulafaurrasyidiin berarti beberapa khalifah yang arif dan  bijaksana dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai penerus Nabi dalam memimpin umat Islam dengan menegakkan agama Allah dan menjalankan semua perintah-perintah-Nya.

Masa kekhalifahan Khulafaurrasyidiin yang ± selama dua puluh sembilan tahun menurut hitungan tahun masehi atau tiga puluh tahun menurut hitungan tahun hijriyah, yaitu dari tahun 11 Hijriyah (632 M) sampai dengan tahun 40 Hijriyah (661 M).

Adapun yang disebut sebagai Khulafaurrasyidiin adalah empat sahabat Rasulullah, yaitu:
  1. Abu Bakar Ash Shiddiq, menjabat sebagai khalifah selama 2 tahun (11-13 H / 632-634 M).
  2. Umar bin Khathab, menjabat sebagai khalifah selama 10 tahun (13-23 M / 634-644 M).
  3. Utsman bin Affan, menjabat sebagai khalifah selama 12 tahun (23-35 H / 644-656 M).
  4. Ali bin Abi Thalib, menjabat sebagai khalifah selama 5 tahun (35-40 H / 656-661 M).


Panggilan resmi Khulafaurrasyidiin adalah Amirul Mukminin, namun penggunaan kata khalifah juga populer. Dalam masa Khulafaurrasyidiin Islam berkembang sangat luas mulai dari Iran disebelah timur, sampai Tripoli sebelah barat. Panglima-panglima perang umat Islam yang termahsyur selama pemerintahan Khulafaurrasyidiin yang juga ikut andil dalam menakklukan negara-negara yang masih bernoda hitam yang masih banyak dihuni oleh kaum musyrik yang menentang Islam ialah Khalid bin Walid, Abu Ubaidah, Amir bin Jarrah, Amr bin Ash, Mutsanna bin Haritsah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Muawwiyah bin Abi Sufyan.

Tampaknya, sejak dini para sahabat Nabi SAW telah menganut pandangan yang sama tentang pentingnya keberadaan seorang untuk mengemban tugas-tugas dan tanggung jawab selaku pemimpin umat Islam meneruskan tugas Rasulullah SAW sebagai kepala negara. Dari catatan sejarah dapat dilihat bahwa pidato pertama Abu Bakar setelah wafatnya Rasulullah SAW, berisi dua hal yang penting. Pertama, penegasan bahwasannya belau benar-benar telah wafat. Kedua, pernyataan tentang keharusan adanya pemimpin yang menangani urusan umat Islam.

Selanjutnya, dia meminta agar umat Islam berpikir, memberikan pertimbangn dan mengemukakan pendapat mereka. Secara serempak, orang-orang yang hadir pada waktu itu menyahuti dan membenarkan seruan Abu Bakar tersebut dan berjanji akan memberikan pertimbangan mereka keesokan harinya.

Dengan adanya kejadian tersebut diatas maka silang pendapat, khususnya antara kaum Anshar dan Muhajirin yang agak sulit untuk menemukan titik temu antara keduanya. Tetapi pada akhirnya bisa teratasi juga dengan penunjukan dan pembai’atan Abu Bakar yang didasarkan atas kepercayaan yang diberikan oleh Rasulullah kepadanya untuk memimpin urusan agama (shalat) mereka, serta hadits Al-Aimmah min Quraisy, yang dikemukakan oleh Ma’d bin Adi al-Anshari dan diakui oleh kaum anshar lainnya, di Saqifah bani Sa’idah. Kemudian pada keesokan harinya, pembaiatan umum dilakukan di Masjid Nabawi.

Pada gilirannya Abu Bakar menyampaikan pidato pelantikannya yang memuat pernyataan antara lain, bahwa:
  1. Dia mengakui bahwa dirinya bukanlah orangn terbaik.
  2. Dia harus dibantu hanya selama dirinya berbuat baik dan harus diluruskan bila dia berbuat tidak baik.
  3. Dia akan memberikan hak setiap orang tanpa membedakan yang kuat dan yang lemah.
  4. Ketaatan kepadanya tergantung ketaatannya kepada Allah.

Dari keterangan singkat diatas dapatlah dilihat secara jelas bahwa menurut para sahabat, keberadaan khalifah itu tidak lain adalah dimaksudkan sebagai sarana untuk melaksanakan syariat Allah di muka bumi dan menjamin setiap orang akan memperoleh segala sesuatu yang menjadi haknya dengan sempurna, tanpa aniaya dan kedzaliman dari pihak manapun.

Setiap umat Islam yang mencintai agamanya dan ingin melaksanakan syariat Islam dalam kehidupannya sebagai individu, sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara, tentulah akan selalu bercermin kepada pola sikap dan perilaku para pendahulu dalam menerapkan syariat tersebut. Untuk itulah dibutuhkan sebuah model pendidikan yang diterapkan pada masa Khulafaurrasyidin guna cerminan bagi kita semua

1 komentar:

  1. artikelnya bagus buat pengayaan materi... mantap teruskan pak.

    BalasHapus

Like Ya sahabat... Jangan Lupa juga Isi Buku Tamunya, Biar aku Bisa Berkunjung Balik :) makasih......

×